Dari Egois Menjadi Ikhlas. Dalam suatu
perjalanan yang lebih nyata, penyakit egosentris acapkali menggunakan golongan
lain sebagai alat mempengaruhi atau menguasai sesuatu yang merupakan obyek. Seperti
halnya kaum buruh dan tani yang dijadikan alat agar menimbulkan pertentangan
antara buruh dan majikan yang mengakibatkan penutupan perusahaan atau
perkebunan, yang berbuntut pada pemutusan hubungan kerja dan terjadi
pengangguran.
Kegiatan nafsu
yang demikian, dianut oleh faham kolonialis dan imperialis yang tak jarang oleh
kecerdasan otak lahir tanpa didukukung otak batin, maka dunia tak akan lolos
dari segala ancaman kesesatan, pertentangan, dan kekacauan.
Firman Allah swt
dalam Al-Hajj (22):46, yang artinya: “
Apakah mereka tidak menjelajah di bumi padahal mereka mempunyai mata hati (otak
batin) atau telinga (alat pendengar batin) yang mampu mendengarkan, maka
sesungguhnya tidaklah buta alat panca indera lahirnya akan tetapi buta panca
indera batinnya”.
Ayat inilah yang
menyinggung mereka yang tidak memperdulikan badan halusnya yang mempunyai
pancaindera batin tanpa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Otak batin akan
melebihi kecakapan dengan daya-daya temus luar biasa. Sehingga bisa
ditingkatkan ke alam yang abstrak yang memancarkan daya-dayanya menuju ke alam
Tuhan alam wahdaniyah.
Otak batin hanya
dapat dipancarkan daya temusnya dengan jalan tafakkur “creatifer megen”, meditasi dan perenungan yang hakiki. Meditasi
yang demikian ini dapat dilakukan dengan teratur dan tertib, latihan yang
sungguh-sungguh apabila seluruh alat pencernaan dapat beristirahat dengan
sebaik-baiknya manakala melakukan puasa di siang hari.
Dengan menunaikan
ibadah puasa, maka daya pikir akan menerima pancaran daya yang dialirkan oleh “budi”,
sehingga tejadilah perpaduan yang harmonis antara daya otak lahir akan luluh
sifatnya yang semula menjadi sentral nafsu-nafsu, menjadi pikiran yang bersih
dan murni yang disebut “religius instink”
atau mutmainnah.
Menurut hukum
kekekalan daya “Behoud wet der energie”,
tidak ada daya yang hilang lenyap tanpa berubah menjadi daya lain. Misal,
elektron yang kehilangan sifatnya sebagai elektron akan berubah menjadi sinar
atau gelombang .proses ini dinmakan “radio aktivitet”. Daya yang dapat
meruntuhkan elektron menjadi aether
dapat dinamakan daya radio aktif.
Demikian juga
daya otak lahir yang berpadu dengan daya otak batin, akan berubah menjadi daya
lain yang disebut “badan budi” yang disebut juga “De Geestelijke kracht”. Maka otak lahir yang semula berada di
bawah pengaruh nafsu egosentris setelah perpaduan itu erubah sifatnya menjadi
sucu yang selalu mengandung ajakan untuk kebajikan, etis, dan berkeadilan. Nafsu
egois berubah menjadi ikhlas.
Hasil kerja otak
yang demikian menjelmakan pikiran yang murni dan asli yang mengandung rasa
perikemanusiaan yang dalam. Dan hasil pemikiran yang demikian akan mampu
menghasilkan teori-teori baru, menciptakan pendapat baru yang bermanfaat bagi
seluruh untuk mengenal kenyataan yang tidak diketahui oleh orang lain,
mengetahui sesuatu tanpa analis “empiris realitas” disebabkan dalam cara
berpikirnya didorong oleh pancaran yang dapat ditingkatkan ke arah kenyataan
yang mutlak “hel transendental”.
Dengan uraian
ini dapat disadari betapa faedah dan hikmah puasa bagi kecerdasan otak dan
kecakapan berfikir. Sekiranya umat islam zaman ini dalam melakukan ibadah
puasanya benar-benar mencontoh jejak puasa Nabi dan sahabat yang dengan hasil
puasanya mereka menjadi ahli pikir dan berhasil membina suatu negara yang
demokratis yang belum pernah dicapai oleh bangsa-bangsa sebelum mereka.
Maka, umat islam
di zaman ini sedikitnya setahun sekali dengan ibadah puasanya akan berhasil
menjelmakan ahli-ahli pikir yang infra dan supra intelektual, seniman yang
genius, sastrawan, dan pujangga yang mampu membentuk pembaharuan di bidangnya
masing-masing dan mencoba merubah rona dunia masyarakat orde baru dalam segala
bidang pembangunan material dan spritual sesuai dengan program Pemerintah yang
terus kita laksanakan. Dalam hal ini umat islam berperan sebagai tenaga
penggerak “driving force”.
K.H.Bahaudin Mudhary
Post a Comment