Strategi Pengembangan Kompetensi Siswa dengan
Manajemen Berbasis Sekolah. Dunia pendidikan Indonesia saat ini setidaknya menghadapi
empat tantangan besar yang kompleks. Pertama, tantangan untuk meningkatkan
nilai tambah (Added value), yaitu bagaimana meningkatkan nilai tambah dalam
rangka meningkatkan produktivitas, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai
upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan.
Kedua, tantangan untuk melakukan pengkajian secara
komprehensif dan mendalam terhadap terjadinya transformasi (perubahan) struktur
masyarakat, dari masyarakat yang agraris ke masyarakat industri yang menguasai
teknologi dan informasi, yang implikasinya pada tuntutan dan pengembangan
sumber daya manusia (SDM).
Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang
semakin ketat,yaitu bagaimana meningkatkan daya saing bangsa dalam meningkatkan
karya-karya yang bermutu dan mampu bersaing sebagai hasil penguasaan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni (Ipteks).
Keempat, munculnya kolonialisme baru di bidang
iptek dan ekonomi menggantikan kolonialisme politik. Dengan demikian
kolonialisme kini tidak lagi berbentuk fisik, melainkan dalam bentuk informasi.
Berkembangnya teknologi informasi dalam bentuk computer dan internet, sehingga
bangsa Indonesia sangat bergantung kepada bangsa-bangsa yang telah lebih dulu
menguasai teknologi informasi. Inilah bentuk kolonialisme baru yang menjadi
semacam virtual enemy yang telah masuk keseluruh pelosok dunia ini.
Kemajuan ini harus dapat diwujudkan dengan proses
pembelajaran yang bermutu dan menghasilkan lulusan yang berwawasan luas,
professional, unggul, berpandangan jauh ke depan (Visioner), memiliki percaya
dan harga diri yang tinggi. Untuk mewujudkan hasil diatas diperlukan strategi
yang tepat, diantaranya adalah bagaimana strategi mengembangkan kompetensi
siswa berdasarkan kemampuan, sikap, sifat serta tingkah laku siswa sehingga
membuat siswa menyenangi proses pembelajaran.
Peningkatkan kompetensi siswa tidak bisa
dipandangan secara pragmatis, terpisah dari bagian bagiannya yang utuh.
Peningkatan kompetensi siswa harus dilihat secara pendekatan sistem,
menyeluruh, utuh dan tidak terpisah-pisah dari bagian-bagiannya sehingga dapat
dilihat progress reports terhadap laju perkembangan kompetensi siswa seperti
yang diharapkan. Selain dari pada itu,
pengembangan kompetensi siswa dengan konsep pendekatan system terutama system
manajemen berbasis sekolah akan sangat mudah dan efektif untuk mengevaluasi
system apa yang perlu ditinjau, dimodifikasi ataupun dirobah menurut kebutuhan.
Manajemen berbasis sekolah merupakan sebuah sistem
yang memberikan hak atau otoritas khusus kepada pihak sekolah untuk mengelola
sekolah sesuai dengan kondisi, lingkungan dan tuntutan ataupun kebutuhan
masyarakat dimana sekolah tersebut berada.
Berdasarkan analisa diatas, bagaimanakah wujud
masyarakat Indonesia baru yang seharusnya ?. Jawabannya adalah masyarakat yang
berpendidikan (Educated Sociaty). Oleh karena itu setiap lembaga pendidikan,
khususnya dalam menghadapi masa depan harus ditujukan pada reformasi
kelembagaan secara total, agar pendidikan nasional memiliki kemampuan untuk
melaksanakan peran, fungsi dan misinya secara optimal.
Kompetensi
Kompetensi meliputi pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, nilai, sikap dan minat. Dalam konsep
pelatihan yang berbasis kompetensi dijelaskan bahwa kompetensi merupakan
gabungan antara kerterampilan, pengetahuan dan sikap. Kompetensi digunakan
untuk melakukan penilaian terhadap standar, memberikan indikasi yang jelas
tentang keberhasilan dalam kegiatan pengembangan, membentuk sistem pengembangan
dan dapat digunakan untuk menyusun uraian tugas seseorang.
Standar kompetensi disusun sedemikian rupa mengacu
kepada kesepakatan internasional tanpa harus mengabaikan berbagai aspek dan
budaya yang bersifat lokal atau nasional. Standar konpetansi yang telah ada
hendaknya dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak terutama dunia pendidikan
dalam hal peningkatan kemampuan dasar siswa serta penyusunan kurikulum.
Manajemen
Berbasis Sekolah
Menurut Malen, Ogawa & Kranz, 1990 dalam Abu-Duhou
manajemen berbasis sekolah secara konseptual dapat digambarkan sebagai suatu
perubahan formal struktur penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk desentralisasi
yang mengindentifikasikan sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan
serta bertumpu pada redistribusi kewenangan.
Manajemen sekolah yang selama ini terstruktur dari
pusat telah menghambat kran komunikasi atau setidaknya terjadinya distorsi
informasi antara pusat dan daerah, sehingga menimbulkan mis- implementation
pada tataran riil di sekolah. Hal inilah yang menjadi bahan dilahirkannya
sebuah system manajemen yang mampu menanggulangi permasalah tersebut, yaitu
suatu manajemen yang diberi kewenangan penuh kepada sekolah untuk mengatur
dirinya sendiri dalam batas-batas yang rasional.
Candoli, 1995 dalam Abu-Duhou, menjelaskan bahwa
Manajemen berbasis sekolah merupakan suatu cara untuk "memaksa"
sekolah mengambil tanggung jawab atas apa yang terjadi menurut justifikasi
sekolah.
Konsep ini menerangkan bahwa ketika sekolah diberi
tanggung jawab penuh dalam mengembangkan program-program kependidikannya yang
bertujuan melayani kebutuhan-kebutuhan para "stakeholder" maka pihak
sekolah akan "dipaksa" untuk memenuhi kebutuhan-kebetuhan tersebut.
Otoritas
Sekolah Dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Secara khusus hal-hal yang di desentralisasikan
adalah yang secara langsung berhubungan dengan para peserta didik, seperti
keputusan tentang program pendidikan, alokasi waktu, dan kurikulum. Tetapi
menurut Caldel dan Spinks, 1992 dalam Abu-Duhou, membagi beberapa hal yang
menjadi otoritas sekolah dalam MBS, diantaranya yaitu :
1. Pengatahuan (Knowledge); otoritas keputusan berkaitan
dengan kurikulum, tujuan dan sasaran pendidikan.
2.
Teknologi (Technology); otoritas mengenai srana dan
prasaran pembelajaran
3.
Kekuasaan
(Power); kewenangan dalam membuat keputusan.
4. Material (Material); kewenangan mengenai penggunaan
fasilitas, pengadaan dan peralatan alat-alat sekolah.
5. Manusia (People)
kewenangan atas keputusan mengenai sumber daya manusia, pengembangan
profesionalisme dan dukungan terhadap proses pembelajaran.
6.
Waktu (Time); kewenangan mengalokasikan waktu
7.
Keuangan (Financial); kewenangan dalam mengalokasikan
dana pendidikan.
Sedangkan Thomas, 1997 dalam Abu-Duhou,
mengelompokkan kewenagan sekolah dalam manajemen berbasisi sekolah dalam empat
hal, yaitu :
1.
Penerimaan (admission); kewenangan untuk menentukan siswa
mana yang akan diterima diseklolah.
2.
Penilaian (Assessment); kewenangan untuk menentukan
berapa siswa yang akan dinilai.
3.
Informasi (Information); kewenangan untuk menseleksi data
mengenai kinerja sekolah dan mempublikasikannya.
4.
Pendanaan (Funding); kewenangan untuk menentukan uang
masuk bagi penerimaan siswa.
Kompetensi
Siswa
Untuk merespon bebagai kondisi sebagaimana yang
telah diuraikan pada pendahuluan di atas, maka salah satu kebutuhan yang sangat
penting adalah tersedianya system pendidikan dan pelatihan yang mampu menghasilkan
SDM yang berkualitas setara dengan standar internasional. Untuk melaksanakan
system pendidikan yang baik dibutuhkan suatu standar kompetensi yaitu kemampuan
yang harus dimiliki oleh seseorang untuk melakukan pekerjaan sebagai patokan
kinerja yang diharapkan.
Salah satu bentuk system pendidikan yang mampu
meningkatkan kompetensi siswa adalah system manajemen berbasis sekolah yang
memberi hak sepenuhnya atau otonomi kepada sekolah untuk mengelola sekolah
sesuai dengan kondisi, lingkungan dan kebutuhan tempat dimana sekolah berada.
Strategi
Pengembangan Kompotensi Siswa
Dunia pendidikan dewasa ini yang semakin banyakj
menghadapi tantangan, salah satu diantaranya ialah bahwa pendidikan itu
berlangsung dalam latar lingkungan yang dibuat-buat, karena pendidikan itu
harus membina tingkah laku yang berguna bagi individu dimasa akan datang dan
bukan waktu sekarang. Akibat dari latar lingkungan yang dibuat adalah
terjadinya suasana pembelajaran yang tidak menyenangkan.
Masalah lain yang dihadapi dunia pendidikan adalah
sekolah masih menggunakan cara yang bersifat aversif, dimana para siswa
menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya terutama untuk menghindari
stimulus-stimulus aversif seperti kecaman guru, ejekan dimuka kelas, menghadap
kepala sekolah jika tidak membuat tugas di rumah.
1. Untuk memecahkan masalah untuk perbaikan pendidikan itu
pernah diusulkan beberapa pemecahan masalah yang diantaranya :
1.
Mendapatkan guru
yang berkualitas
2.
Mencari terobosan baru untuk menandingi sekolah unggul
3.
Menaikkan standar
pembelajaran
4.
Mereorganisasi
kurikulum.
Akan tetapi pemecahan masalah yang pernah
ditawarkan tersebut tidak menyentuh esensi permasalahan dunia pendidikan itu
sendiri.
Menurut Skinner satu hal yang perlu dilakukan
untuk memecahkan kebuntuan tersebut adalah bagaimana guru bertanggung jawab
mengembangkan pada siswa tingkah laku verbal (kompetensi) atau kemampuan siswa
yang merupakan pernyataan keterampilan dan pengetahuan mata pelajaran.
Konkritnya Skinner menjelaskan yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan
kemampuan siswa atau kompetensi siswa adalah :
1. Membangun khazanah tingkah laku verbal dan non verbal
yang menunjukkan hasil belajar.
2. Menghasilkan dengan kemungkinan yang besar, tingkah laku
yang disebut minat, antusiasme dan motivasi untuk belajar.
Sehingga dengan tugas seperti ini pembelajaran itu
berfungsi memperlancar pemerolehan pola-pola tingkah laku verbal dan non verbal
yang perlu dimiliki setiap siswa.
Menurut B. Weiner, dengan teori atribusinya, satu
sumbangan penting untuk pendidikan adalah berkenaan dengan analisa terjadinya
interaksi di kelas.
Hal yang penting diperhatikan dalam interaksi di
kelas dalam konteks proses pembelajaran serta dalam rangka meningkatkan
kemampuan atau kompetensi siswa ialah ciri siswa, ciri-ciri siswa yang perlu
dipertimbangkan ialah perbedaan perseorangan, kesiapan untuk belajar dan
motivasi :
1. Perbedaan Perseorangan,
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan ialah
tingkat perkembangan siswa dan tingkat rasa harga diri siswa. Untuk mengimbangi
adanya perbedaan perseorangan dalam proses pembelajaran dianatarany dapat
dilakukan pengajaran dengan kelompok kecil (Cooperative Learning), tutorial,
dan belajar mandiri serta belajar individual.
2. Kesiapan untuk belajar
Kesiapan seorang siswa dalam kegiatan pembelajaran
sangat mempengaruhi hasil pembelajaran yang bermanfaat baginya.
Karena belajar sifatnya kumulatif, kesiapan untuk
belajar baru mengacu pada kapabilitas, dimana kesiapan untuk belajar itu
meliputi keterampilan-keterampilan yang rendah kedudukannya dalam tata hirarki
keterampilan intelktual.
3. Motivasi,
Ciri khas dari teori-teori belajar ialah
memperlakukan motivasi sebagai suatu konsep yang dihubungkan dengan asas-asas
untuk menimbulkan terjadinya belajar pada diri siswa. Konsep ini memusatkan
perhatian pada dilakukannya manipulasi lingkungan yang bisa mendorong siswa
seperti membangkitkan perhatian siswa, mempelajari peranan peransang atau
membuat agar bahan ajar menarik bagi siswa.
Ketiga hal diatas harus diperhatikan yang
dibarengi dengan penciptaan suasan kelas yang menyenangkan sehingga tingkah
laku, respon yang dikeluarkan oleh siswa menghasilkan suasan pembelajarn yang
nyaman dan menyenangkan akibat dari stimulus lingkungan yang dimanipulasi
tersebut.
Disamping ketiga hal diatas yang perlu
diperhatikan dalam kontek peningkatan kompetensi siswa, maka kurikulum juga
merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan kompetensi siswa dalam pembelajaran.
Untuk mengimbangi peningkatan kemampuan siswa dalam kontek tingkah laku, maka
kurikulum juga perlu menjadi perhatian sehingga siswa benar-benar memiliki
kompetensi yang sangat memadai.
Kurikulum saat ini, terutama kurikulum pendidikan
nasional akan dikembangkan apa yang dinamakan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) atau Competency based Curriculum. Dalam
konsep ini, kurikulum harus dikuasai oleh siswa setelah ia menyelesaikan satu
unit pelajaran, satu satuan waktu dan satu satun pendidikan.
Materi kurikulum harus ditekankan pada mata
pelajaran yang sanggup menjawab tantangan global dan perkembangan iptek yang
sangat cepat. Disamping itu kurikulum yang dikembangkan harus berlandaskan
pendidikan etika dan moral yang dikembangkan dalam mata pelajaran agama dan
mata pelajaran lain yang relevan.
Selain itu kurikulum harus bersifat luwes,
sederhana dan bisa menampung berbagai kemungkinan perubahan dimasa yang akan
datang sebagai dampak dari perkembangan terknologi dan tuntutan masyarakat.
Kurikulum hanya bersifat pedoman pokok dalam kegiatan pembelajaran siswa dan
dapat dikembangkan dengan potensi siswa, keadaan sumber daya pendukung dan
kondisi yang ada.
Semua alternative solusi diatas tidak ada artinya
jika tidak dimanajemeni atau dikelola dengan professional. Salah satunya adalah
dengan menerapkan sistem manajemen berbasis sekolah, dimana pihak sekolah
memiliki otoritas yang cukup untuk mengelola konsep-konsep yang akan diterapkan
dalam rangka meningkatkan kompetensi siswa.
Masalah kurikulum, tujuan pendidikan, keputusan
atau kebijakan sekolah, fasilitas yang akan digunakan, pengembangan SDM
sekolah, pengaturan waktu dan biaya pendidikan, haruslah sepenuhnya dikelola
oleh sekolah sehingga langkah-langkah teknis diatas dapat terwajud.
PENUTUP
Untuk meningkatkan kompetensi siswa ada beberap
hal yang harus diperhatikan, diantaranya, ciri-ciri siswa antara lain,
perbedaan perseorangan, kesiapan belajar dan motivasi yang dibarengi oleh
pemanipulasian suasana pembelajaran menjadi lebih disukai oleh siswa sehingga
dengan mempertimbangkan kondisi ini apa yang diharapkan sesuai dengan tujuan.
Akan tetapi jika mensfesifikasi pendidikan kedalam
tingkah laku sama dengan membatasi guru menjadi upaya untuk merubah tingkah
laku siswa. Pada hal, pendidikan tidak hanya sebatas tutorial yang akan
mengakibatkan pendidikan kurang manusiawi dan terlalu mekanistik. Akan tetapi
pendidikan lebih dari itu, dimana pendidikan memerlukan tingkat kecerdasan dan
kebebasan berpikir yang tinggi, kompetensi dan moral atau tingkah laku yang
kompleks untuk mengarunginya.
Secara kelembagaan dalam rangka meningkatkan
kompetensi siswa perlu sebuah sistem yang mampu mengakomodir tujuan tersebut.
Salah satu bentuk dari system tersebut adalah manajemen berbasis sekolah yaitu
sebuah sistem manajemen yang memberi keluasan kepada pihak sekolah untuk
mengelola sekolah masing-masing menurut kebutuhan, kondisi, dan tuntutan lingkungan dimana sekolah
tersebut berada.
DAFTAR
BACAAN
§ Abu-Duhoui, Ibtisam, School Base Management, terjemahan
Noryamin Aini, Suparto & Abas Al-Jauhari, cetPT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 2002
§ Dahar, Ratna Wilis,
Teori-teori Belajar, Depdikbud Berkerjasama Dengan Dirjend Perguruan Tinggi,
PPL Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta, 1989.
§ Gredler E. Bell Margaret,
Belajar dan Membelajarkan, Terjemahan Munandir, CV, Rajawali, Jakarta, 1991
§ Sudjana, Nana, dkk,
Teknologi Pengajaran, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2001
§ Sidi, Indra Djati, Menuju
Masyarakat Belajar (Menggagas Paradigma Baru Pendidikan), Paramadina, Jakarta,
2001
§ Suryabrata, Sumadi,
Psikologi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998
§ Snelbecker, Glenn. E, Learning Theory, Intructional Theory, and
Psycoeducational Design, McGraw-Hill Book Company, United State of America,
1974
§ Tirtaradja, Umar, dkk,
Pengantar Perndidikan, PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 1998.
Post a Comment