Laba-laba
Pelempar Lasso. Dari sekian banyak spesies laba-laba, salah satu yang paling
menarik karena teknik-teknik berburunya adalah laba-laba "Bolas".
Berdasarkan hasil riset rinci terhadap mahluk ini, seorang pakar laba-laba, Dr.
Gertsch, menemukan bahwa laba-laba ini menggunakan hidungnya untuk menangkap
mangsanya.
Karena laba-laba Bolas melemparkan lasonya lebih cepat dari penglihatan mata manusia, dibutuhkan teknik khusus untuk mengambil gambar ini. |
Banyak orang mengira kalau laba-laba adalah serangga. Namun,
ilmuwan mengklasifikasikan laba-laba dalam kelas arachnid (bersama
kalajengking, kutu, tungau), yang dalam beberapa hal berbeda dengan serangga.
Laba-laba mem-punyai delapan kaki, sementara semut, lebah, kumbang, dan
serangga lain hanya mempunyai enam kaki. Kebanyakan serangga juga mempunyai
sayap dan antena sedangkan laba-laba tidak. Arachnid termasuk filum
Artropoda.
Di dunia terdapat lebih dari 30.000 jenis laba-laba yang diketahui, dan bisa dikelompokkan dari cara hidupnya. a) Laba-laba pemintal jaring membuat jaring untuk menangkap serangga. b) Laba-laba pemburu mengejar serangga atau menunggu mereka. Dari segi struktur tubuh seperti taringnya, laba-laba dikelompokkan atas laba-laba sejati dan tarantula. |
Laba-laba Bolas memburu
mangsanya dalam dua tahap. Pada tahap pertama, laba-laba ini membuat benang
berujung lengket dan bersiap-siap untuk menyergap. Selanjutnya, ia akan menggunakan
benang lengket ini sebagai sebuah lasso. Kemudian, untuk mengundang mangsanya,
laba-laba ini menaruh suatu zat kimia khusus. Zat kimia ini adalah
"pheromone", yang biasa digunakan ngengat betina untuk memikat
pasangannya. (Ngengat jantan yang tertipu dengan panggilan palsu ini, datang
mendekati sumber bau.) Laba-laba yang penglihatannya sangat buruk dapat
merasakan getaran yang ditimbulkan saat ngengat terbang. Dengan cara ini,
laba-laba dapat merasakan kedatangan mangsanya. Yang menarik, meskipun nyaris
buta, laba-laba Bolas ini dapat menangkap mahluk yang sedang terbang dengan
seutas benang yang dibuatnya sendiri sambil bergelantungan di udara.
Buku Strange Things Animals
Do mengibaratkan teknik berburu laba-laba ini dengan seorang koboi yang sedang
melemparkan lasso:
Laba-laba ini membuat
seutas tali sutera, kemudian menaruh bandul cairan lengket di satu ujungnya.
Dengan cara ini, senjata ini mengingatkan seseorang akan sebuah lasso koboi.
Kemudian ia mengangkat benang ini dengan kedua kaki depannya, yang kini
bertindak sebagai tangan. Ketika seekor ngengat terbang mendekat, ia melempar
lassonya. Bandul lengketnya mengenai tubuh serangga yang terbang dan menempel
kuat padanya. Ngengat korban selanjutnya ditarik oleh laba-laba Bolas dan
dibungkusnya.
Tahap kedua dimulai ketika
korban yang tertipu bau-bauan mendekat. Dengan menarik kaki-kakinya ke
belakang, laba-laba mengambil posisi menyerang dan melempar lassonya lebih
cepat dari pandangan mata manusia. Ngengat tertangkap oleh bandul lengket di
ujung benang. Laba-laba kemudian menarik-gulung mangsanya dan menggigitnya
untuk melumpuhkannya. Selanjutnya ngengat dibungkus dengan benang khusus, yang
dapat menjaga kesegaran makanan dalam waktu lama. Dengan cara ini, laba-laba
mengawetkan makanannya untuk konsumsi masa datang.
Dalam buku yang sama,
penulisnya mengevaluasi pergerakan laba-laba yang terencana ini dengan
istilah-istilah berikut:
Para ilmuwan menyebut Bolas
sebagai mahluk tingkat rendah. Dr. Gertsch tidak yakin bahwa istilah ini tepat
untuk laba-laba. Karena apa yang mampu dilakukan mahluk rendah ini tidak dapat
dilakukan oleh singa laut, anjing, atau singa terlatih sekalipun, bahkan
seorang koboi pun mengalami kesukaran untuk melakukannya.
Laba-laba Bolas menangkap mangsanya dengan bola lengket yang tampak pada gambar ini. |
Karenanya jelas bahwa
teknik berburu dari laba-laba Bolas membutuhkan kecakapan khusus, bahkan
semestinya berdasarkan pengalaman praktek. Jika kita lihat prosesnya tahap demi
tahap, tingkat kesulitan yang dilakukan laba-laba menjadi semakin jelas. Mari
kita lihat jawaban terhadap pertanyaan berikut, "Apa yang mesti dilakukan
laba-laba Bolas ketika berburu?"
Menyiapkan bandul lengket
di ujung benang.
Membuat dan melepaskan dari
tubuhnya zat bau yang dibuat ngengat betina untuk memikat pasangan jantannya.
Melemparkan lasso pada
mangsanya lebih cepat dari pandangan manusia.
Membidikkan lasso tepat
mengenai mangsanya.
Akhirnya, membuat benang
khusus yang dapat menjaga kesegaran mangsa, serta membungkusnya.
Maka, bagaimana laba-laba
Bolas mampu bekerja dalam kerangka kerja yang terencana demikian baiknya?
Membuat rencana merupakan ciri mahluk-mahluk yang memiliki daya pikir, yakni
manusia. Lebih jauh lagi, otak laba-laba tidak memiliki kapasitas untuk menyusun
dan melakukan semua itu. Dalam hal ini, bagaimana laba-laba dapat memiliki
teknik berburu dengan karakteristik yang begitu menakjubkan? Inilah pertanyaan
yang jawabannya masih dicari para ilmuwan.
Menurut kaum evolusionis,
semua karakteristik yang dimiliki laba-laba diperolehnya secara kebetulan.
Laba-laba membuat keputusan untuk membuat lasso, membuat zat kimia, mengetahui
bahwa ia harus mengundang ngengat ke arahnya, serta mendapat kecakapan menembak
dengan lasso, semuanya secara kebetulan. Semua kemampuan yang diperlukan untuk
berburu dengan menggunakan lasso terjadi secara kebetulan sama sekali. Jelas
bahwa pernyataan seperti itu hanyalah sebuah fantasi, tanpa landasan ilmiah
ataupun logika. Untuk melihat lebih jelas seberapa jauh fantasi kaum evolusionis
ini dari fakta-fakta ilmiah, mari kita bayangkan sebuah skenario kecil;
meskipun hal ini sangat mustahil.
Skenario: Jaman dahulu
kala, seekor laba-laba menyadari bahwa ia tidak dapat membangun jaring seperti
laba-laba lainnya. Karenanya, ia mulai mencari-cari di sekitarnya. Pada suatu
hari, ia melihat bahwa ngengat betina menggunakan zat kimia untuk memikat
ngengat jantan. Ia berpikir bahwa untuk menangkap ngengat, ia harus membuat zat
kimia serupa dengan membangun pabrik kimia tersebut di dalam tubuhnya. Namun
masalahnya belum selesai. Karena tanpa kemampuan untuk menangkapnya, tidak ada
artinya mengundang kedatangan ngengat-ngengat tersebut. Sampai di sini ia
mempunyai ide lainnya untuk membuat senjata berbentuk antara lasso dan
tongkat-kebesaran dari benang yang dihasilkannya.
Namun, membuat senjata saja
belumlah cukup. Saat pertama kali berburu, jika tembakan senjatanya tidak
mengenai sasaran, segala usaha sebelumnya menjadi sia-sia. Bahkan lebih buruk
dari itu, ia bisa mati kelaparan. Ternyata tidak demikian. Ia mampu menangkap
mangsanya, bahkan kemudia "berhasil" mengembangkan teknik berburu
yang sempurna. Setelah itu, ia berpikir untuk mengajarkan teknik berburunya
secara rinci kepada laba-laba lain dan kemudian menemukan cara untuk mengalihkan
pengetahuannya ini ke generasi berikutnya.
Ini baru sebagian dari
skenario. Namun skenario ini tidak cukup hanya dalam bentuk tulisan saja,
melainkan harus diwujudkan kedalam kenyataan. Sampai di sini, mari kita
pikirkan beberapa alternatif imajiner dalam lingkup skenario imajiner di atas.
Alternatif imajiner ke-1: Terdiri
dari istilah yang kaum evolusionis menyebutnya sebagai "Induk Alam",
yakni pepohonan, bunga-bunga, langit, air, hujan, matahari, dll. Kemudian semua
kekuatan-kekuatan alam bekerja dengan harmonis membentuk sebuah sistem yang
berfungsi dengan sempurna. Dalam proses ini, laba-laba tidak dilupakan, tentu
saja dengan teknik berburunya yang cakap.
Alternatif imajiner ke-2:
Peristiwa kebetulan murni. Kaum evolusionis lagi-lagi menjelaskannya sebagai
sebuah kekuatan aktif yang membantu laba-laba Bolas, juga pemburu-pemburu
lainnya, sehingga dapat memiliki kecakapan memangsa.
Tentu saja ini hanyalah
sebuah fantasi, sebuah produk imajinasi aktif. Pemilik imajinasi ini adalah
para ilmuwan evolusioner. Sebelum beralih ke jawaban nyata, mari kita lihat
betapa tidak logis, tidak sahih, serta tidak berdasarnya skenario-skenario ini.
Pada kenyataannya,
laba-laba Bolas bukanlah seorang insinyur kimia! Mustahil mahluk ini dapat
mempelajari zat kimia yang dikeluarkan ngengat lalu menganalisisnya, dan
kemudian segera tahu cara membuatnya di dalam tubuhnya. Hal seperti ini sama
sekali bertentangan dengan pikiran, logika, dan sains.
Selain untuk berburu,
laba-laba tidak menggunakan zat kimia tadi untuk hal lainnya. Meskipun dapat
membuatnya secara kebetulan, ia harus memahami kesamaan antara bau yang
dikeluarkan ngengat dengan bau yang dibuatkannya. Untuk itu membutuhkan
kecerdasan agar bisa menggunakannya sesuai dengan keinginan.
Bahkan jika kita terima
bahwa laba-laba telah "belajar" dari alam mengenai bau zat kimia yang
dikeluarkan ngengat ini, serta "cukup pandai" untuk menggunakannya,
maka ia harus mampu melakukan perubahan fisik yang diperlukan untuk
menghasilkan zat kimia tersebut. Mustahil bagi mahluk hidup manapun, atas
kehendaknya sendiri, menambah organ tambahan atau sistem produksi kimia kepada
tubuhnya sendiri. Berpikiran bahwa seekor laba-laba mampu melakukannya, apalagi
menyatakannya sebagai fakta, sama saja dengan meninggalkan jauh-jauh
batas-batas logika.
Betapapun mustahilnya, mari
kita anggap bahwa laba-laba mendapatkan semua karakteristik ini secara
kebetulan. Kemudian laba-laba tersebut harus memiliki "pemikiran"
tentang cara menggunakan lasso untuk menangkap ngengat, dan setelah "merancangnya"
kemudian mampu menciptakannya atas kehendaknya sendiri.
Dari sini jelas bahwa
dengan mempelajari karakteristik-karakteristik laba-laba Bolas secara saksama,
orang akan memahami betapa menggelikannya teori evolusi itu. Teori yang melulu
berlandaskan kepada konsep kebetulan. Jelas bahwa suatu peristiwa kebetulan tak
akan bisa membuat laba-laba memiliki keistimewaan-keistimewaan di atas, yakni
kecerdasan, perencanaan dan taktik-taktik berburu. Lebih jauh lagi, sampai
kapan pun laba-laba tidak akan mampu menciptakan sendiri keistimewaannya itu.
Tidak perlu pemikiran yang panjang dan keras ataupun riset untuk memahami hal
ini. Dengan sedikit akal sehat sudah cukup untuk melihat kebenaran yang
jelas-jelas nampak ini.
Maka jelas sekali bahwa
skenario kaum evolusi sungguh teramat keliru. Yang tersisa hanyalah kebenaran:
Bahwa situasi yang kita bahas memerlukan adanya aksi penciptaan yang sangat
khusus. Tuhan lah yang menciptakan semua mahluk hidup, tetumbuhan, binatang,
dan serangga, Tuhan memiliki kekuatan, pengetahuan, kecerdasan, dan kebijakan
tanpa batas.
'Tuhan langit dan bumi dan
segala sesuatu di antaranya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun' (Surat
Shad: 66)
Sumber:
info@Harynyahya[dot]com
Post a Comment